Kamu Seorang Driver atau Passenger?
- Eva Aulia
- Jun 2, 2015
- 4 min read

Siapa sih orang yang nggak mau memanfaatkan hidup yang satu kali ini sebaik mungkin? Apalagi bisa diberi kesempatan untuk menjadi manusia yang bisa melakukan perubahan sekecil apapun untuk pribadi maupun untuk dunia.
Dari sini tim Kolam berita akan memberikan referensi buku Self Driving (Menjadi Driver atau Passanger) dari Rhenald Kasali yang nggak cuma bagus untuk dibaca tapi juga banyak banget manfaatnya kalau langsung kolamers terapkan dalam diri apalagi kalau tujuannya untuk merubah mindset kolamers serta meningkatkan kualitas diri kolamers.
Oke check this out!
Jadilah Driver!
Dalam buku ini di sebutkan bahwa “Jadilah Driver!” Driver itu sebuah sikap hidup yang membedakan dirinya dengan passenger. Kolamers tinggal memilih ingin duduk manis, menjadi penumpang di belakang, atau mengambil resiko sebagai driver di depan?
Di belakang, kolamers boleh duduk sambil ngobrol, makan-makan, bercanda, bahkan ngantuk dan tertidur. Kolamers juga nggak harus tau jalan, nggak perlu memikirkan keadaan lalu lintas, dan perlu merawat kendaraan. Enak, bukan?
Bila seorang passenger menjadi kerdil karena terbelenggu oleh setting-an otak yang tetap maka seorang driver akan selalu tumbuh. Mereka mengajak orang-orangnya untuk berkembang, mereka melakukan pembaruan-pembaruan dan menantang keterkurungan dengan penuh keberanian.
Seperti kata CEO Garuda yang teguh memimpin transformasi: kalau seseorang terlalu Logic kasihan pegawainya, kalau hatinya terlalu dominan kasihan perusahaannya. Dengan kata lain, seorang driver harus seimbang antara logic (rasional, hitung-hitung, analisis, dan targetnya) dengan hatinya (empati, kepedulian, hubungan-hubungan sosial, tata nilai).
Seorang driver tidak cukup hanya bermodalkan tekad dan semangat, ia butuh referensi dari pengetahuan akademis. Maksud di sini adalah ketika seorang driver harus menentukan arah, membawa penumpangnya ke tempat tujuan dan mengambil resiko. Itulah yang dimaksud dengan mental seorang driver. Dengan menjadi sopir kendaraan, seseorang belum tentu memiliki mental seorang driver.
Banyak driver yang sering mengeluh, tak bekerja sepenuh hati, ugal-ugalan dan merasa jenuh karena merasa tak punya pilihan. Driver mentality yang dibahas dalam buku ini pada dasarnya sebuah kesadaran yang dibentuk oleh pengalaman dan pendidikan.
Biasakan belajar keluar dari Comfort Zone
Sulit memang bila kolamers sudah terbiasa dengan kegiatan yang kolamers lakukan setiap hari kemudian keluar dari zona nyaman tersebut. Persis kata Albert Einstein, persoalan perubahan yang dihadapi manusia bukanlah mengadopsi hal-hal baru, melaikan sulitnya membuang kebiasaan-kebiasaan lama.
Yang terpenting adalah kesadaran pribadi untuk banting setir. Dari berkarier sebagai passenger, dengan keinginan menghidupkan self driver yang lama tertidur. Sebab bagi seorang passenger yang kariernya sudah tidak berkembang lagi kalau diikuti dengan ketidakpuasan terus-menerus, maka besar kemungkinan dapat menjadi toxic employee, bad passenger bahkan menyulitkan orang lain. Jadi, munculkanlah kesadaran kuat untuk keluar dari zona nyaman kolamers ya.
Menjadi Driver
“Menjadi driver bukanlah sekadar duduk di bangku kemudi dan mampu memegang setir dengan Surat Izin Mengemudi. Banyak manajer yang memegang surat izin mempimpin perusahaan yang dikeluarkan oleh direksi, namun di posisi itu mereka tak banyak berbuat apa-apa”.
Tahukan anda, setahun yang lalu dari 50 juta orang yang terbang melalui Bandara Soekarno-Hatta, hanya 2% di antara mereka yang menjadi “driver”. Dari satu juta orang itu, para “driver” bepergian antara 20 hingga 50 kali dalam setahun dan hanya 2% yang benar-benar berpikir tentang jadwal dan tujuannya, sehingga diperkirakan hanya 0,2 juta orang yang benar-benar berperan sebagai driver.
Mereka ini adalah para pengambil resiko, yang bepergian tanpa pengawal, guide atau protokol. Jumlah di atas itu masuk akal, karena anggaran terbesar yang dipakai oleh para pejabat negara dan anggota parlemen adalah perjalanan dinas dan mereka tak pernah bepergian tanpa protokol.maka jabatan boleh tinggi, kedudukan boleh terhormat, tetapi belum dapat di sebut sebagai seorang driver. Mereka adalah passenger .
Sama halnya dengan lebih dari 20 juta penduduk Indonesia yang setiap tahun menikmati perjalanan wisata dalam dan luar negeri. Mayoritas pelancong Indonesia menggunakan jasa guide profesional. Mereka membayar mahal untuk menikmati. Tetapi apakah kolamers merasakan akibatnya?
Sebuah survey yang kami lakukan menemukan orang-orang bermental penumpang cenderung:
kurang kemandirian, cepat menyerah
dikendalikan oleh kehidupan “rutin”, menjadi autopilot
mudah mengeluh dan bersungut-sungut sepanjang “perjalanan” hidup
tidak tahu alternative jalan keluar
kurang berhasil dalam karier dan usaha
menjadi boros meski tujuannya berhemat
Passenger Mentality
sudah puas dengan kedaan sekarang
menyerahkan masalah kepada atasan atau orang lain
menunggu perintah dan menjawab dengan kata “siap”
takut menghadapi masalah dan takut melakukan kesalahan
sangat mencintai jabatan dan kekuasaannya
terlalu membanggakan apa yang telah dicapai
menyandera organisasi sebagai alat untuk menumpang hidup
Driver Mentality
sangat tidak puas dengan keadaan sekarang (status quo)
menyukai tantangan-tantangan baru, mengeksplorasi peluang-peluang baru
memecahkan masalah bersama, menginspirasi orang lain
bekerja sepenuh hati, menjaga hubungan baik, memiliki kepedulian
memimpin dengan pertanyaan, memperbaiki cara berpikir penumpangnya
memberikan arah jalan yang jelas, merangkul orang-orang yang berbeda paham dengan kolamers
berani melakukan kesalahan-kesalahan kecil dan mengambil resiko terukur
sangat mencintai perubahan, namun rendah hati dan penuh empati
dikendalikan oleh creative thingking
selalu belajar tentang hal-hal baru
membebaskan para sandera dari penumpang yang membajak oragniasasi.
Prinsip seorang Driver
Inisiatif : bekerja tanpa ada yang menyuruh. Berani mengambil langkah beresiko, responsive dan cepat membaca gejala
Melayani : orang yang berpikir tentang orang lain, mampu mendengar, mau memahami, peduli, berempati.
Navigasi : memiliki keteerampilan membawa gerbong ke tujuan, tahu arah, mau mengarahkan, memberi semangat dan menyatukan tindakan. Memelihara “kendaraan” untuk mencapai tujuan.
Tanggung Jawab : tidak menyalahkan orang lain, tidak berbelit-belit atau menutupi kesalahannya sendiri.
Sudahkah kolamers memiliki prinsip di atas? Ya, hanya kolamerslah yang dapat menentukan nasib diri sendiri maupun bangsa ini. Kuncinya kata Prof. Rhenald Kasali adalah berpikir, keluarlah dari sangkar emas!
Comments